NGAJI AQIDAH BARENG AFI

FUADAH- Selasa, 29/03/2022 Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, telah melaksanakan kegiatan yang merupakan hal baru dilakukan tetapi tidak asing bagi Mahasiswa AFI yaitu Ngaji Aqidah.

Walaupun masih dalam masa pandemi namun tidak mematahkan semangat mahasiswa AFI untuk tetap berdiskusi. Acara tersebut dilaksanakan online dengan media zoom meeting.

Dalam kegiatan tersebut menghadirkan Prof. Dr. Benny Ridwan, M. Hum. (Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga) sebagai pemateri.

Beliau menyampaikan bahwa, akal melebihi panca indera sebagai sumber ilmu. Otoritas akal tidak diingkari oleh rasionalisme, karena fungsi indera menangkap objek itu. Akal meningkatkan pengetahuan abstrak jadi, keberadaan sesuatu ditentukan oleh rasio kita. Kebenaran agama itu bersifat dogmatis serta dalam Islam biasanya perdebatan itu hanya berkutat pada persoalan akal dan wahyu.

“Akal melebihi panca indera sebagai sumber ilmu. Akal manusia boleh berhubung dengan akal ketuhanan yang memancarkan sinaran cahaya tuhan dalam diri manusia.” Terangnya.

Kegiatan Ngaji Aqidah ini merupakan usaha mewujudkan serta pengembangan konsep dari berbagai kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) dalam rangka menguatkan iman serta memperluas wawasan tentang Aqidah Islamiyah. Diharapkan sebagai mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam kedepanya mampu berpendapat, bersikap, maupun berfikir berlandaskan sesuai dengan ajaran agama islam.


Acara ditutup dengan Give Away yang diikuti oleh peserta Ngaji Aqidah dan pemberian hadiah Give Away bagi peserta yang dapat menjawab quiz itu.

KEMBALI HADIR DENGAN TEMA DEKOLONISASI, MILLATI DAN ISLAH ADAKAN SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER DI LARAS ASRI

SELASA, 15/03/2022. Acara tahunan yang diadakan jurnal Millati dan ISLAH dari Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga kali ini agak nyentrik, dengan mengangkat tema “Dekolonisasi Kajian Pemikiran Islam, Sosial dan Humaniora”. Berhasil membuat hadirin yang datang terpukau oleh paparan dari para narasumber yang luar biasa. Memiliki  dua rangkaian kegiatan yaitu seminar dan call for paper yang telah dibuka sejak bulan Februari dan ditutup pada tanggal 12 Maret 2022. Acara ini dihadiri oleh para penulis paper yang telah mengirimkan karyanya ke jurnal Millati dan ISLAH serta tamu undangan dari Pengelola Jurnal se-IAIN Salatiga maupun yang dari luar IAIN Salatiga,  secara offline di Grand Merapi Ballroom Hotel Laras Asri Salatiga serta online via Zoom Meeting.

Acara dibuka oleh Dekan Fakultas Ushuludin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga (Prof. Dr. Benny Ridwan, M.Hum.) dengan menghadirkan tiga narasumber yaitu Jazilus Sakhok, M.A., Ph.D. (Wakil Rektor 1 UNU Yogyakarta), Prof. Dr. M Alie Humaedi, M.Hum. (Badan Riset dan Inovasi Nasional-BRIN) dan Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil. (Guru Besar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM) Sesi pertama dipandu oleh Siti Robikah, M.Ag yang mengantarkan dua pemateri sekaligus yaitu Jazilus Sakhok, M.A., Ph.D. (Wakil Rektor 1 UNU Yogyakarta) dan Prof. Dr. M Alie Humaedi, M.Hum. (Badan Riset dan Inovasi Nasional-BRIN)

Jazilus Sakhok, M.A., Ph.D. memaparkan tentang Islam Nusantara Sebagai Pengetahuan Otonom (Autonomous Knowledge). Menurut Wakil Rektor 1 UNU Yogyakarta ini, Kolonisasi Barat terhadap Dunia Timur mulai Abad ke-16 menghasilkan ide-ide dalam cara pandang yang Westernized dan Eurocentrism pada masyarakat Timur. “Islam Nusantara sebagai autonomous knowledge berarti menempatkannya sebagai entitas pengetahuan yang mandiri dan mampu menjelaskan dirinya sendiri tanpa terbelenggu, serta Islam Nusantara tidak sebatas produk budaya yang menjadi obyek penelitian, akan tetapi pada gilirannya juga menjadi instrumen metodologis (original/indigenous) dari dan untuk merumuskan dirinya sendiri secara otonom.” Jelasnya.

Paparan kedua disampaikan oleh Prof. Dr. M Alie Humaedi, M.Hum. (Badan Riset dan Inovasi Nasional-BRIN) tentang “Subaltern dan wacana Alternatif Kajian Keagamaan”. Profesor yang gemar berpetualang ini menjelaskan bahwa, di indonesia sebenarna subaltern (kelompok sempalan) tersebar di seluruh wilayah Indonesia. “Subaltern sebagai kelompok tertindas, mereka tidak mau menyuarakan pendapatnya. Mereka membutuhkan peneliti, akademisi dan para penulis untuk membantu menyampaikan aspirasi mereka. Kelompok subaltern ini dapat menjadi obyek penelitian yang menarik ketika mereka disandingkan dengan hal-hal yang bertolak belakang, misalnya HTI ber-NKRI.” Jelasnya.

Sesi kedua materi disampaikan oleh Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil. (Guru Besar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM) yang di moderatori M. Nazil Iqdami, S.Pd.I., M.A. Beliau menyampaikan tentang “Paradigma Profetik: sebuah Terobosan Dekolonisasi Kajian Sosial Humaniora”. Paradigma Profetik menurut Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil. haruslah jelas paradigma dan unsur dari paradigma itu sendiri. Paling tidak ada sembilan unsur paradigma. Beliau juga menyampaikan bahwa Paradigma Profetik tidak menolak wahyu dan tidak menolak tradisi dari Nabi (Prophet).

Setelah seminar usai dilanjutkan dengan ISOMA, kemudian kembali untuk agenda kedua yaitu presentasi dari penulis paper yang sudah submit di jurnal Millati dan ISLAH. Dibagi menjadi dua kelompok dari Millati ada 16 peserta dan dari ISLAH 11 peserta.  Dari semua paper yang telah masuk dan dipresentasikan nantinya akan dinilai dan yang terpilih akan diterbitkan pada jurnal Millati dan ISLAH. Untuk yang belum terpilih akan diterbitkan dalam Bunga Rampai.

Bertambah 1 Doktor dan 3 Professor, “Fuadah Ketiban Duren”

FUADAH– Awal tahun ini menjadi berkah tersendiri bagi Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga. Pasalnya, pertengahan bulan Januari lalu Fuadah mendapatkan satu Doktor di bidang Linguistik Arab dengan dilaksanakannya Sidang Terbuka oleh Muhammad Hanif, M.Hum., pada tanggal 18 Januari 2022 di UIN Walisongo Semarang. Dalam sidang doktoralnya, beliau yang akrab disapa dengan Gus Hanif ini, mengusung disertasi yang berjudul “Fungsi Sosial Perempuan dalam Islam; Analisis Sosiolinguistik Kata Imra’ah dan Nisa’ dalam Al-Qur’an.

Dalam sidang yang berlangsung kurang lebih 2 jam itu, Gus Hanif mengemukakan bahwa Al-Qur’an dalam ayat-ayatnya menjadikan perempuan sosok ideal dalam pembangunan peradaban. “Tidak akan ada peradaban di dunia ini jika tidak ada perempuan.” Beliau menyatakan bahwa ada lima aspek penting yang berkaitan dengan perempuan dalam Al-Qur’an, yaitu aspek hukum, moralitas, adat istiadat, ritual ibadah, dan bersuci. “Nah kelima aspek inti ini bisa dirangkum bahwa sosok perempuan ideal adalah sosok yang religius sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai di dalam Al-Qur’an,” imbuhnya. Selain itu, dalam disertasinya tersebut, Gus Hanif juga menyajikan tawaran solusi agar perempuan terhindar atau dapat melawan kekerasan yang menimpanya “Terkait dengan kekerasan seksual terhadap perempuan yang kerap terjadi, saya harap penelitian disertasi ini menjadi patokan bagi kita bagaimana memperlakukan dan memposisikan perempuan baik sebagai subjek maupun objek. Karena ini harus seimbang tidak kemudian satu dikalahkan dan satu dimenangkan,”

Menyusul pencapaian tersebut, pada awal bulan Februari ini 3 Dosen Homebase Fuadah sekaligus mendapatkan jenjang tertinggi akademik dengan gelar Professor. Ketiga dosen ini adalah Dekan Fuadah Prof. Dr. Benny Ridwan, M.Hum sebagai guru besar bidang Ilmu Sosiologi Islam, Prof. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. sebagai guru besar bidang Ilmu Tafsir dan Prof. Kastolani, M.Ag., Ph.D. sebagai guru besar bidang Ilmu Sejarah dan Pemikiran Islam. Pengukuhan ini berlangsung pada Rabu, 2 Februari 2022 di Gedung Auditorium dan Student Center Kampus III. Hadir dalam acara ini, keluarga besar IAIN Salatiga, Ketua FORKOPIMDA Salatiga, perwakilan PTKIN di Jawa Tengah, Kepala DPRD Kabupaten Ciamis dan segenap keluarga para Guru Besar serta tamu undangan lainnya.

Foto oleh Humas IAIN Salatiga

Pada sambutannya, Rektor IAIN Salatiga Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag memberikan apresiasi kepada para guru besar yang dikukuhkan. Beliau mengatakan bahwa pengukuhan ini mengulangi sejarah masa lalu di mana ada 3 pengukuhan professor sekaligus ketika IAIN masih berstatus sebagai STAIN. Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa IAIN Salatiga terus mendorong produktivitas sivitas akademika terutama para dosen dalam menulis karya ilmiah, “Kami sediakan insentif untuk para dosen yang berkarya dalam penulisan karya ilmiah.” Dalam penutupannya, beliau optimis dengan bertambahnya ketiga professor ini masa depan IAIN Salatiga lebih cerah dan lebih siap untuk segera bertransformasi menjadi UIN.

Foto oleh Humas IAIN Salatiga

Prof. Dr. Adang Kuswaya dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Konstestasi Muslim Salatiga dalam Kontruksi Budaya Damai; Aplikasi Pendekatan Hermeneutika Sosio-Tematik atas Konsep Hidup Damai dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa perdamaian akan tercipta apabila hubungan antar umat manusia dipenuhi oleh rasa kasih sayang, saling hormat dan mengedepankan persaudaraaan. Konsep damai dalam Al-Quran bukan hal yng pasif dan konstan, tetapi aktif dan dinamis. Kegiatan menafsirkan AL-Qur’an harus mampu menampilkan makna yang lebih kontekstual dan memberikan nuansa pembacaan Al-Qur’an yang lebih hidup dan dekat dengan masyarakat.

Foto oleh Humas IAIN Salatiga

Selanjutnya, Prof. Kastolani pada kesempatan tersebut menyampaikan orasi ilmiah berjudul Menyoal Nalar Islam Memperbaiki Cara Kita Beragama. Beliau mengkritisi model pendidikan dan pengajaran agama Islam yang tidak memberikan ruang tumbuh kembangnya pemikiran kritis, inovatif dan kreatif, hanya berupa doktrinal dengan pendekatan halal haram. Lebih lanjut, beliau memberikan solusi atas keredupan nalar Islam ini dengan kembali belajar dari sejarah di mana Islam justru mereformasi tatanan sosial secara komprehensif yang dilandaskan pada model spiritual baru. “Islam hadir untuk merekonstruksi dan merestorasi ke arah pola pikir dan laku yang berperadaban.” terangnya.

.Foto oleh Humas IAIN Salatiga

Orasi ilmiah terakhir disampaikan oleh Dekan Fuadah, Prof. Dr. Benny Ridwan yang menjelaskan mengenai Role Model Deradikalisasi Kehidupan Beragama di Indonesia.  Dalam orasi ilmiahnya. Prof. Benny memandang proses deradikalisasi sebagai proses yang rumit dan tidak mudah, “Radikalisme bukan hanya soal kesalahan ideologi agama, radikalisme menggambarkan fenomena sosial masyarakat yang begitu kompleks.” Beliau menjelaskan bahwa karena kompleksitas ini lah penanganannya tidak cukup dibebankan pada tataran pusat, tetapi semua lini masyarakat termasuk aparat keamanan dengan penegakan hukumnya, para hakim dengan keadilannya, akademisi dengan keilmuannya, pendidik, pembuat kebijakan (policy maker), ekonom, elit politik hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau lembaga-lembaga yang dibangun dengan semangat demokrasi lainnya. “Deradikalisasi ini juga sudah dijalankan oleh segenap dosen Fuadah dalam setiap kegiatan, baik perkuliahan maupun seminar-seminar dan kerja sama yang diadakan” tuturnya menutup orasi ilmiah

Dengan bertambahnya 1 doktor dan 3 Professor ini, layak kiranya ungkapan Fuadah bak ketiban duren yang tentu akan lebih menguatkan citra Fuadah dalam dunia akademik di mata masyarakat dan semoga jenjang karir yang lebih tinggi ini bisa menambah kebermanfaatan bagi semua kalangan. [Red.]